KATA BIJAK HARI INI

09 June 2007

BERDAMAI DENGAN MASA LAMPAU TANPA MELUPAKANNYA

"Sepuluh tahun kami membenci masa lampau kami. Itu sudah cukup. Karena itu kami memberikan pengampunan, namun proses hukum terus berjalan. Energi kami yang terkuras untuk masa lalu kami salurkan untuk masa depan" (Fidel Ramos, Manila November 1995)
Ketika Presiden Ferdinand Marcos digulingkan oleh kekuatan rakyat, atau yang dikenal dengan "People Power", banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan sia-sia untuk melampiaskan kebencian dan dendam kepadanya. Pemerintahan Corazon Aquino berkali-kali menghadapi ancaman kudeta, namun pendukung demokrasi bahu-membahu berada di belakangnya. Enam tahun baginya cukup untuk meletakkan fondasi demokrasi.
Tiga Presiden telah dimiliki bangsa ini sejak Presiden Soeharto lengser dari keprabonnya. Banyak waktu dan tenaga yang terkuras untuk memusuhi dan membenci rezim Soeharto. Sama halnya di Filipina, kekayaan Marcos yang diduga sebagai hasil korupsi, tidak terusut, begitu juga dengan Soeharto. Upaya Habibie, Gus Dur untuk menarik kembali - kalau tidak bisa seluruhnya, ya sebagian - kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya, tidak berhasil. Terlepas apakah upaya itu sungguh-sungguh atau setengah hati.
Presiden Megawati bertekad memberantas KKN. Tekad ini hanya akan menjadi tekad, jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Demikian terungkap dalam pemandangan umum fraksi-fraksi pada Rapat Paripurna Sidang Tahunan MPR (2 November 2001). Harapan kepada Presiden Megawati sangat besar.




Sangat menarik menyimak usul Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia yang dibacakan oleh Sutradara Gintings. Menurut Gintings, FKKI percaya Presiden tidak akan mau terjebak dalam dilema antara memelihara koalisi politik dengan pemberantasan korupsi. Dilema seperti itu harus ditepis, karena FKKI percaya, rekan koalisi Presiden akan tetap memberi dukungan bila ada tindakan tegas dan lugas terhadap pelaku korupsi.
Menyangkut pemulihan ekonomi, FKKI mengajak agar kita memberikan energi yang lebih besar ke masa depan, dibanding energi yang dipakai untuk melampiaskan kemarahan dan dendam terhadap masa lampau. Sehubungan dengan itu, Gintings mengajak untuk berdamai dengan masa lampau tanpa melupakannya. Berdamai dengan masa lampau bukan berarti sama sekali tidak ada proses hukum.
Lebih jauh, Ginting menggagas, kasus-kasus korupsi besar yang menyakiti hati dan merobek rasa keadilan masyarakat perlu diselesaikan di pengadilan, termasuk pelanggaran HAM berat. Yang lainnya diselesaikan dengan Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran, serta instrumen lain seperti "tax amnesty". Menurut Gintings, langkah ini perlu diambil untuk kepentingan pengembalian sebagian harta atau kekayaan keuangan yang diselewengkan maupun untuk memulai suatu suasana harmoni baru.
Benar, energi kita telah terbuang dan terbelenggu ke masa lampau. Mungkin pula dipertimbangkan, agar Presiden Megawati memberikan pengampunan kepada penguasa masa lampau yang melakukan praktik-praktik KKN dan tetap memberi jalan kepada penyelesaian secara hukum. Dalam situasi bangsa kita yang tengah kelimpungan, masyarakat yang labil dan gampang dihasut untuk melakukan tindakan-tindakan destruktif, energi kita akan terkuras oleh masalah-masalah masa lampau, sehingga bergerak ke depan akan sangat sulit. Integritas kita sebagai bangsa yang layak dipercaya akan ambruk.

Pemberian pengampunan perlu pula disertai dengan pemberian sanksi yang sangat berat kepada pelaku KKN baru, yang menurut Gintings, pelaku korupsi yang "dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya mencapai perolehan orang-orang lain/pelaku korupsi lama selama tigapuluhan tahun."

Ketika penulis dan beberapa rekan dari kawasan Asia-Pasifik diterima Presiden Fidel Ramos pada bulan November 1995, Fidel Ramos mengatakan, siapapun Presiden Filipina di masa datang, akan berhadapan dengan kekuatan rakyat, jika dia melakukan hal-hal yang menyimpang dari tujuan reformasi people power. Pengalaman Filipina dalam melakukan rekonsiliasi - mengampuni masa lalu dan tetap membiarkan proses hukum - patut kita laksanakan di Indonesia. Melihat ke belakang kita hanya perlukan untuk melakukan introspeksi dalam melangkah ke depan."*** (edgar)



No comments: