KATA BIJAK HARI INI

10 February 2009

GIZI BURUK, KEMISKINAN, DAN ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Diagnosis kurang gizi selain ditegakkan melalui pemeriksaan antropometri ( penghitungan berat badan menurut umur /panjang badan) dapat melalui temuan klinis dijumpainya keadaan klinis gizi buruk yang dapat dibagi menjadi kondisi marasmus, kwasiorkor dan bentuk campuran (marasmik kwasiorkor). Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi. Pencegahan terjadinya kasus-kasus gizi buruk tentulah lebih baik dibandingkan hanya mengobati pasien-pasien yang telah menderita gizi buruk. Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining / deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini.
Berbicara tentang kemiskinan, umumnya orang berbicara tentang kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. Memang definisi ini sangat bermanfaat untuk mempermudah membuat indikator orang miskin, tetapi defenisi ini sangat kurang memadai karena; (1) tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan; (2) dapat menjerumuskan ke kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai; (3) tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif.

Salah satu definisi yg melihat kemiskinan secara holistik menggambarkan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, digunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Joseph F. Stepanek, (ed), 1985).
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
Gizi buruk dan kemiskinan merupakan dua hal yang sangat berkaitan. Kemiskinan sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Untuk orang-orang yang sangat miskin, jangankan berpikir untuk membeli bahan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi mereka, membeli makanan untuk melanjutkan hidup saja susah. Selain itu, kekurangan gizi yang menimpa dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, bahkan sampai pada kematian jika kekurangan gizi ini terus berlanjut. Pada akhirnya kalaupun ternyata anak yang menderita gizi buruk ini bisa selamat, efek-efek negatif dari kekurangan gizi tadi dapat menetap. Tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan seseorang jelas berpengaruh pada produktivitasnya, utamanya dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Apalagi untuk penanganan gizi buruk dibutuhkan tidak sedikit dana. Ini membuat gizi buruk pun ternyata dapat menyebabkan jatuhnya sebuah keluarga dalam kemiskinan.
Menurut Aristoteles, persoalan asas kesejahteraan yang terlalu diumbar, merupakan salah satu sebab ancaman disintegrasi bangsa, di samping instabilitas yang diakibatkan oleh para pelaku politik yang tidak lagi bersikap netral. Kesejahteraan yang tidak merata dapat menimbulkan kecemburuan yang wajar dikarenakan proses ketidakadilan yang terjadi. Untuk Indonesia pun seperti itu, antara daerah pusat dan perifer tidak boleh ada perbedaan karena Negara Indonesia adalah sebuah Negara kesatuan yang berarti dari Sabang sampai Merauke merupakan anak dari ibu pertiwi yang mesti mendapatkan perhatian yang sama.
Kasus lepasnya timor timur merupakan suatu pukulan yang telak terhadap bangsa ini. Kejadian ini bisa saja terulang apabila pemerintah tidak serius menanggapi ancaman disintegrasi bangsa yang terjadi di berbagai daerah. Kasus gizi buruk yang terdapat di NTT misalnya merupakan salah satu hal yang dapat memicu hal tersebut. Apalagi kasus-kasus ini banyak terjadi di kabupaten Timor Tengah utara yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Pada tahun 2007, ditemukan sekitar 1.466 kasus gizi buruk yang melanda anak-anak balita di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kasus-kasus gizi buruk juga terjadi di Makassar, ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Ironisnya karena provinsi ini sedang menggalakkkan program kesehatan gratisnya. Program yang “hebat” ini ternyata belum sepenuhnya dapat menciptakan kesehatan yang optimal bagi masyarakatnya. Pemerintah mesti menyadari bahwa ketika ini terus berlanjut, tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah tentu akan terus berkurang., dan inipun tentu adalah sebuah ancaman bagi ketentraman daerah Sulsel.
Salah penyebab kurang optimalnya program kesehatan ini karena program ini belum sepenuhnya menggunakan paradigma sehat dalam metodenya. Paradigma Sehat yang menitikberatkan pada preventif (pencegahan) bukan pada kuratif (pengobatan) seharusnya mendasari pengambilan-pengambilan kebijakan kesehatan demi menurunkan angka kesakitan di daerah ini, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Selatan.