KATA BIJAK HARI INI

10 February 2009

Kewaspadaan Universal Cuci Tangan

Kewaspadaan Universal (Universal Precaution)
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit. Maka, kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit" kata infeksi cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit. Menurut Patricia C Paren, pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan maupun dari lingkungan rumah sakit.4
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama ODHA yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit tambahan. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.4,6,7


Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.4,5
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di Amerika Serikat pada tahu 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.4,5
Sesuai dengan kebijakan ini yang dikembangkan pada 1970, semua pasien yang diketahui terinfeksi penyakit menular melalui tes wajib diisolasi. Kebijakan ini menentukan tujuh kategori isolasi berdasarkan sifat infeksinya (daya menular, ganas, dll.). Kewaspadaan khusus (sarung tangan dsb) dengan tingkat yang ditentukan oleh kategori hanya dipakai untuk pasien ini.4,5
Teknik isolasi mengurangi jumlah infeksi nosokomial, tetapi timbul beberapa tantangan:4
• Peningkatan dalam jenis dan jumlah infeksi menular, sehingga semakin banyak tes harus dilakukan, dan semakin banyak pasien harus diisolasi
• Hasil tes sering diterima terlambat, sering setelah pasien pulang
• Biaya sangat tinggi, bila semua orang dites untuk setiap infeksi
• Stigma dan diskriminasi meningkat bila hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites untuk menenkankan biaya
• Hasil tes dapat negatif palsu (hasil negatif walau terinfeksi), terutama dalam masa jendela, dengan akibat petugas layanan kesehatan kurang waspada
• Sebaliknya hasil tes positif palsu (hasil positif walau tidak terinfeksi), dengan akibat kegelisahan untuk pasien dan petugas layanan kesehatan
• Perhatian pada hak asasi mengharuskan pasien memberi informed consent (disertai oleh konseling untuk HIV).
Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal (KU) dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Lagi pula, semua alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan, dan penularan dapat terjadi pada setiap layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan persalinan, pada setiap tingkat (klinik dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan). Harus ditekankan bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, misalnya virus Hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien.4,5
Kita biasanya menganggap cairan yang dapat menular HIV sebagai darah, cairan kelamin dan ASI saja. Namun ada cairan lain yang dapat mengandung kuman lain, dan dalam sarana kesehatan, lebih banyak cairan tubuh biasanya tersentuh. Contohnya, walaupun tinja tidak mengandung HIV, cairan berikut mengandung banyak kuman lain nanah, cairan ketuban, cairan limfa, ekskreta (air seni, tinja).5
Kewaspadaan universal merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi di sarana pelayanan kesehatan. Upaya lain yang merupakan komponen pengendalian infeksi di sarana pelayanan kesehatan adalah surveilans, upaya penanggulangan KLB, pengembangan kebijakan dan prosedur kerja serta pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan dalam hal pencegahan infeksi yang tidak dapat dipisah-pisahkan.4,5
Penerapan Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prosedur Kewaspadaan Universal ini juga dapat dianggap sebagai pendukung progran K3 bagi petugas kesehatan.5
Prinsip utama Prosedur Kewaspadaan Universal pelayanan kesehatan adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu:5
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2. Pemakaian alat pelindung di antaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
Cuci Tangan
Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu flora risiden dan flora transien. Flora risiden adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan manusia. Flora transien yang disebut juga flora transit atau flora kontaminasi, jenisnya tergantung dari lingkungan tempat bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun atau deterjen. Oleh karena itu cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting.5
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan.5
Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yaitu:5
1. Cuci tangan higienik atau rutin bertujuan mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan, dengan menggunakan sabun atau deterjen.
2. Cuci tangan aseptik dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien, dengan menggunakan antiseptik.
3. Cuci tangan bedah (surgical handscrub) dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik, dengan antiseptik dan sikat steril.
Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diantisipasi akan terjadi perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran, seperti:5
1. Sebelum melakukan tindakan
Misalnya memulai pekerjaan (baru tiba di kantor/RS), saat akan memeriksa (kontak langsung dengan pasien), saat akan memakai sarung tangan steril atau sarung tangan yang telah didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk melakukan suatu tindakan, saat akan memakai peralatan yang telah di-DTT, saat akan melakukan injeksi, dan saat hendak pulang ke rumah.
2. Setelah melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran
Misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat-alat bekas pakai dan bahan-bahan lain yang berisiko terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa, darah, atau cairan tubuh lainnya, setelah membuka sarung tangan, setelah dari toilet/ kamar kecil, setelah bersin atau batuk. Cuci tangan sesudah membuka sarung tangan perlu dilakukan karena ada kemungkinan sarung tangan berlubang atau robek.
Sarana Cuci Tangan
1. Air Mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalah ketersediaan air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung. Namun cara mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun percikan air bekas cucian kembali ke bak penampungan air bersih. Air kran bukan berarti harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara sederhana degan tangki berkran di ruang pelayanan atau perawatan kesehatan agar mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang memerlukannya.5
2. Sabun dan Deterjen
Bahan ini tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terhalau oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan. Namun dilain pihak, dengan seringnya menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak akan hilanh dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan memberi peluang untuk tumbuhnya kembali mikroorganisme.5
3. Larutan Antiseptik
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal yang dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu.5
Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman transien. Kriteria memilih antiseptik adalah:5
• Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, basilus dan tuberkulosis, fungi, endospora)
• Efektifitas
• Kecepatan aktifitas awal
• Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
• Tidak mengakibatkan iritasi kulit
• Tidak menyebabkan alergi
• Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
• Dapat diterima secara visual maupun estetik
Contoh antiseptik yang dapat digunakan antara lain Alkohol, Chlorhexedin, Hexachlorophen, Yodium dan Yodophor.5
Hal-hal yang harus diperhatikan pada penggunaan antiseptik antara lain:5
• Semua antiseptik dapat tercemar
• Siapkan wadah yang lebih kecil untuk kebutuhan sehari-hari
• Jangan merendam kasa atau lainnya di dalamnya
• Botol yang sudah dibuka harus habis dalam 1 minggu
• Simpan dalam tempat dingin dan gelap
• Cuci wadah setiap kali mengganti dan keringkan terlebih dahulu
• Beri label dan catat tanggal penggantian
• Pemakaiannya dengan cara menuang dan bukan dengan mencelupkan kasa

Cuci Tangan Higienis/Rutin
Persiapan:5
o Sarana cuci tangan disiapkan di setiap ruang penderita dan tempat lain misalnya ruang bedah, koridor
o Air bersih yang mengalir (dari kran, ceret atau sumber lain)
o Sabun sebaiknya dalam bentuk sabun cair
o Lap kertas atau kain yang kering
o Kuku dijaga selalu pendek
o Cincin dan gelang perhiasan harus dilepas dari tangan
Prosedur:5
o Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir.
o Taruh sabun di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa secukupnya tanpa percikan.
o Gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan, gosokan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan sebaliknya, gosok kedua telapak tangan dengan jari saling mengait, gosok kedua ibu jari dengan cara menggenggam dan memutar, gosok telapak tangan.
o Proses berlangsung selama 10-15 detik.
o Bilas kembali dengan air sampai bersih.
o Keringkan tangan dengan handuk atau kertas yang bersih atau tisu atau handuk katun kain sekali pakai.
o Matikan kran dengan kertas atau tisu.
o Pada cuci tangan aseptik/ bedah diikuti larangan menyentuh permukaan yang tidak steril.
Cuci Tangan Aseptik
Cuci tangan aseptik biasanya dilakukan saat akan melakukan tindakan aseptik pada pasien atau saat akan kontak dengan penderita pada keadaan tertentu misalnya penderita dengan imunitas rendah. Persiapan dan prosedur pada cuci tangan aseptik sama dengan persiapan dan prosedur pada cuci tangan higienis hanya saja bahan deterjen atau sabun diganti dengan antiseptik dansetelah mencuci tangan tidak boleh menyentuh bahan yang tidak steril.5
Cuci Tangan Bedah
Persiapan:5
o Air mengalir
o Sikat dan spons steril
o Sabun antiseptik
o Lap kain atau handuk steril
o Kuku dijaga selalu pendek dan bersihkan dengan alat berupa batang kayu kecil yang lunak
o Lepaskan semua perhiasan tangan.
Prosedur:5
o Nyalakan kran.
o Basahi tangan dan lengan bawah dengan air.
o Taruh sabun antiseptik di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa secukupnya tanpa percikan.
o Sikat bagian bawah kuku dengan sikat yang lembut.
o Buat gerakan mencuci tangan seperti cuci tangan biasa dengan waktu lebih lama. Gosok tangan dan lengan satu per satu secara bergantian dengan gerakan melingkar.
o Sikat lembut hanya digunakan untuk membersihkan kuku saja bukan untuk menyikat kulit yang lain oleh karena dapat melukainya. Untuk menggosok kulit dapat digunakan spon steril sekali pakai.
o Proses cuci tangan bedah berlangsung selama 3 hingga 5 menit dengan prinsip sependek mungkin tapi cukup memadai untuk mengurangi jumlah bakteri yang menempel di tangan.
o Selama cuci tangan jaga agar letak tangan lebih tinggi dari siku agar air mengalir dari arah tangan ke wastafel.
o Jangan sentuh wastafel, kran atau gaun pelindung.
o Keringkan tangan dengan lap steril.
o Gosok dengan alkohol 70 % atau campuran alkohol 70 % dan klorheksidin 0,5% selama 5 menit dan keringkan kembali.
o Kenakan gaun pelindung dan sarung tangan steril setelah tangan betul-betul kering.
Cuci tangan alternatif
Cuci tangan alternatif merupakan cara lain yang biasanya dilakukan oleh masyarakat, berbeda dengan cuci tangan higienis ataupun aseptik yang menggunakan sabun atau antiseptik, cuci tangan alternatif bisa menggunakan bahan cuci tangan yang berbeda. Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air, suatu cara yang sudah diketahui sejak lama, ternyata merupakan cara terbaik dalam membebaskan tangan dari kuman penyakit. Walaupun saat ini telah bermunculan berbagai produk untuk membersihkan tangan seperti gel anti bakteri dan tisu basah. Studi di delapan provinsi mendapati warga memandang praktik cuci tangan hanya dengan air sebagai praktik yang mudah dilakukan. Bagi warga, mencuci tangan dapat dilakukan di berbagai tempat, seperti kamar mandi, sumur, kran air, tempat wudhu, ladang, sawah, sampai air diam di ember atau baskom asalkan air tersedia. Bahkan, ada warga di pedesaan memiliki alternatif lain selain sabun yang dipercayai dapat membuat tangan mereka bersih setelah kotor akibat bekerja. Di Jawa dikenal bahan awu (abu) yang dipercaya sebagai bahan pengganti sabun karena kemampuan abu untuk membersihkan panci yang kehitaman karena gosong.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syamsudin M S. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. : PER.05/MEN/1996
Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Departemen
Tenaga Kerja R.I Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan.Jakarta.1998.h. 153-194
2. Supari S F. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesian Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2007.h.1-15
3. www.gdl-lib@litbang.depkes.go.id.Analisis Hubungan Faktor Higiene
Perseorangan dengan Kejadian Infeksi Nosokomial pada Tindakan
Pemasangan Jarum Infus di RSUD Kota Cilegon.2005.PascaSarjana
UI.Depok Jawa Barat.Februari 2007
4. Pengaruh Cara Mencuci Tangan terhadap Perubahan Jumlah Koloni Kuman
Pada Paramedis di RSU Semarang (2001 – Skripsi)
Oleh : Wulandari – E2a096053
5. Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal.Yayasan Spiritia.Desember
2007
























2 comments:

attonk said...

Beruntungnya diriku cak. selalu mirip tugas2 ta'. Lagi nyari bahan tentang cuci tangan ini.

myza cuy said...

tmand tau ga a th lg di sruh nyari materi cuci tangan bt di jadikan makalah....lam knal dr a yaw........myza